Di bawah cahaya kuning lembut lampu
seorang pria menyetel sebuah cello.
Satu persatu ia memetik dua nada tiap senar.
"Sudah seperti ini kiranya," dia mengambil penggeseknya.
Ia bernafas dalam dua belas ketukan,
dan selain nafasnya
yang terdengar hanyalah jangkrik di kejauhan.
Senar ke-empat disentuh perlahan.
Seketika mengertilah ia
bila jendela di belakangnya dibelai angin.
Berderit-derit perlahan samar-samar
diperhatikannya selama delapan ketuk.
Angin yang lain menyusuri rumput-rumput
gelap ditutup bayang-bayang malam.
jikalau kau sadar, kau ternyata tak mendengar
suara jangkrik lagi, tak ada menderik.
Secara pasti, suhu menurun tajam!
Angin angin menggila!
Meraung-raung -- mendera-dera
seperti Naga mereka melata!
Rumah rumah membeku...
Kaca jendela berkeriut..
Jalanan di desa dipenuhi lampu-lampu gantung
Pecah! Pecah! Pecah!
Suram seketika...
Menuju hutan, angin-angin melilit dahan
membelah batu dan tanah...
Ikan-ikan di danau sembunyi
ketakutanlah mereka dalam liang
Oh, sayang, mati juga mereka!
Danau beku, beserta gelapnya...
Sudah tiada lagi di darat
melesat ke atas angin-angin malam
merobek awan-awan gelap
melepaskan Sang Ratu Putih
Dengan satu perintah!
Kepada angin, anak-anak buahnya!
Bekulah malam itu...
Malam abadi...
Sunyi...
Hanya Sang Ratu bertahta atas awan hitam
dikelilingi angin dingin
Sunyi...
Dingin...
Gelap di dalam rumah...
Sang bocah membuka mata
gemetaran...
untunglah hanya mimpi...
Ia turun dari kasurnya,
melangkah ke tangga yang menuju lantai dasar.
Sialnya ruangan itu gelap.
Lilin sudah mati, kena angin tampaknya.
Angin!!??
Si bocah gemetaran teringat itu...
"Tapi sudahlah itu hanya mimpi,
mungkin aku akan tidur bersama ayahku"
perlahan-lahan ia menuruni tangga
karena memang gelap
sesampainya,
ia membuka pintu kamar ayah
Tak ada ayah tidur di kasur.
Hanya ada seorang wanita
jongkok di atas tiang kasur.
Gelap...
Berkelebat!
Siluet!?
Kilatan!?
Raungan gila!!!
Kereta api melaju kencang di atas rel
seratus lima puluh kilometer per jam tampaknya
dan tergelincir...
Tak terkendali...
Bahkan tak menjadi pelan
ketika hampir sampai jurang
Melayang...
tapi tak lama...
mulailah ia jatuh
dalam percepatan sepuluh satuan
tak ada yang menolong!
baja besar semakin cepat!
menuju karang di bawah!
hingga tinggal lima meter!
malaikat pun tak akan menjagainya...
Kegelapan meredup dalam empat ketuk terakhir
Sang pemain cello menghela napas
berseringailah ia puas
Menyetel cello-nya lagi...